Rabu, 31 Oktober 2012

(CODE II) PART 1. Assimilation in Indonesia (Article)


Asimilasi Budaya Katholik


Terdapat suatu kebiasaan kontroversial dari Gereja Katolik yang melakukan asimilasi atau penyatuan kebudayaan antara budaya Gereja dengan budaya lokal dimana pada berbagai belahan dunia dengan kebudayaan yang berbeda masih mengikuti kebudayaan tradisional mereka walau mereka telah menganut agama Katolik.
Seperti halnya profil misionaris Kiai Sadrach yang menyatukan budaya Kejawen dengan Kristen yang berakibat ia disebut masih setengah Kristen.
Tidak hanya itu, gaya kebudayaan lokal Gua Bunda Maria di negeri ini bahkan menjadi suatu bahan kontroversial karena didirikan dengan gaya candi yang seolah meniru situs sejarah purbakala Hindu. 



Diluar negeri, terdapat kasus kontroversial yang tak kalah ganasnya yakni penggambaran Yesus yang dikatakan mirip dengan tokoh dewa tertinggi Yunani bernama Zeus baik itu tampilan wajah maupun nama.



Patung Bunda Maria memangku bayi Yesus pun menuai kontroversi karena mirip dengan beberapa patung kebudayaan bangsa lain yang juga menggambarkan seorang ibu membopong bayi.


Yang paling terkenal adalah mengenai kontroversi hari Natal dimana yang disebut sebagai hari perayaan kelahiran Yesus Kristus tersebut konon tidak Alkitabiah karena tidak tercantum dalam Alkitab dan dianggap sebagai perayaan yang bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen yakni peringatan bagi dewa pertanian Saturnus: http://id.wikipedia.org/wiki/Natal#Tanggal
Sehingga seperti yang kita tau bahwa saat ini hari Natal dalam bahasa Inggris tidak lagi disebut Christmas melainkan X-mas.
Dan masih banyak lagi kontroversi dari hasil asimilasi kebudayaan Gereja Katolik. Bahkan di negeri Timur Jauh, seorang Uskup Tiongkok pun berdoa kepada Bunda Maria menggunakan dupa atau hio seperti yang pernah dicantumkan pada artikel ini: Sejarah Perkembangan Agama Katolik di Tiongkok.

Bagi para non-Kristen, asimilasi budaya ini banyak yang disebut sebagai pelecehan kebudayaan lokal karena mencampurkan antara agama dengan budaya setempat. Adapula yang mengatakan sebagai proyek Kristenisasi. Tak jarang pula ada yang mengatakan munafik karena terpaksa mengikuti budaya lokal demi menarik perhatian penduduk lokal.

Sementara bagi para Kristen Protestan, asimilasi budaya ini dipandang sebagai sifat sirik terhadap agama karena menggunakan cara-cara kebudayaan lokal non-Kristen yang dianggap sebagai penyembahan berhala lokal sehingga menuai anggapan bahwa bukannya menyelamatkan malah terlibat dalam kesesatan.

Namun para Katolik sendiri berpendapat, secara tak sadar strategi asimilasi kebudayaan tersebut telah menggiring orang-orang dengan kebudayaan yang berbeda kepada ajaran Kristus.

Tuhan menciptakan keragaman dunia disetiap bagiannya sebagai pancaran keindahan dari karyaNya. Maka dari itu suatu agama tentunya tidak akan melenyapkannya karena itu merupakan ciptaanNya yang wajib dijaga. Coba saja pikirkan, andaikata Gereja Katolik membawakan agamanya sesambil membawakan kebudayaan Romawi secara mentah-mentah keseluruh belahan dunia tentunya dunia tak akan berwarna lagi.

Tuhan pun nyatanya menurunkan ajaran-Nya juga tidak dengan memandang ataupun menyamakan kebudayaan lokal. Buktinya ajaran-Nya tak hanya menyebar di daerah Kanaan untuk orang Yahudi pula namun juga menyebarkan pada belahan dunia lain misalnya pada daratan India sebagai agama Hindu dan Buddha.

Cara asimilasi budaya ini justru sangatlah Alkitabiah, buktinya lihat saja cara penyebaran ajaran-Nya yang dilakukan oleh Yesus kepada orang Samaria tanpa sedikitpun memperkenalkan budaya asli Yahudi terhadap mereka. Begitupun ketika Paulus menyebarkan ajaran Kristus disekitaran Laut Mediterania yang juga tak satupun budaya baik itu budaya Romawi ataupun Yahudi kepada daerah yang diajarankan olehnya.

Ketahuilah bahwa Kristen bukan sebuah kepemihakan, bukan juga sebuah agama baru yang hadir didunia ini, maka anda tidak akan meributkan cara ritual atau upacara apapun didalam gereja.

Kebenaran masuk kedalam masyarakat pada jaman lampau melalui budaya mereka, bukan mengenalkan budaya baru. Sebab budaya adalah karya manusia dan ketika Katolik sedang menggunakan kebudayaan itu maka mereka sedang menunjukan rasa hormat. Saat mereka mengenal sosok yang mereka sembah sebagai Tuhan, sebagai penguasa dan pencipta alam semesta ini, mereka tidak mengenal siapa Tuhan, tetapi mereka memiliki rasa takut dan tunduk kepada Tuhan yang tidak mereka kenal. Mereka bisa menyebut dengan berbagai nama, dengan berbagai sebutan dan mendefinisikan sifatnya dan kehendaknya berdasarkan pengalaman. Saat misionaris datang, mereka dikenalkan siapa Tuhan itu sebenarnya, bahwa ia telah menjadi manusia untuk membuka jalan bagi kita. Selanjutnya mereka tetap menggunakan tradisi mereka dalam menghormati Tuhan, tetapi kali ini mereka telah mengenal siapa Dia dan siapa nama AnakNya.

Gereja tidak membawa tradisi baru, tidak membaca cara baru dan budaya baru dalam beribadah. Sebab cara ibadah yang kita pakai sekarang ini merupakan jiplakan dari cara ibadah dari budaya bangsa lain. Beberapa mungkin dapat menerima beberapa lagi merasa canggung dan menyebutnya agama Barat.

Tuhan itu bersifat universal, Yesus itu datang untuk manusia seluruh dunia dengan berbagai suku dan bangsa. Ia datang bukan membawa tatacara ibadah dan ritual yang baru, tetapi Ia datang untuk menyatakan diriNya kepada kepunyaanNya. Dengan berbagai gaya, sikap, kebudayaan, kebiasaan dan adat masing-masing bangsa diseluruh dunia bertekuk lutut menyembahNya dan melakukan kebenaran didalam namaNya.

Beberapa bukti mengenai kemiripan tersebut adalah salah satu dari usaha gereja Katolik untuk masuk dalam kehidupan masyarakat dan mengenalkan Yesus melalui adaptasi budayanya sendiri. Mungkin anda mengkritiknya, tetapi mungkin ia telah membawa banyak orang kepada Kristus dan telah membimbing orang didalam kebenaran, sedangkan beberapa orang yang mengkritiknya mungkin juga satukalipun mereka belum pernah membuka mulut tentang Kristus kepada mereka yang belum mengenal siapa Tuhan yang sebenarnya. Bicara itu mudah, tetapi saat kita berada ditengah masyarakat asing, bisakah kita lantang juga?

Dan dari hasil asimilasi ini pun justru untuk memerangi kebudayaan sirik lokal kepada Tuhan karena Gereja Katolik kemudian menggantinya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan menyingkirkan segala kesirikan dari budaya tersebut. Seperti halnya mengenai kontroversi hari Natal, di sebuah buku konon Gereja Katolik sengaja menempatkan hari raya tersebut pada tanggal yang sama dengan hari perayaan dewa Yunani tersebut justru tidak untuk merayakan pula hari raya dewa itu namun justru untuk melancarkan serangan suci terhadap penyembahan berhala agar seseorang tidak lagi merayakan hari tersebut karena memiliki perayaan pengganti dari agama barunya yang tak kalah pentingnya untuk dirayakan. Hanya saja mereka kemudian tau bahwa yang disembah bukan patungnya sebab wujud patung hanya sebagai visualisasi. Yang mereka sembah ialah Yesus yang hidup.


sumber : http://worldpeace8281.blogspot.com/2012/07/asimilasi-budaya-katolik.html

  • My opinion about this article !! I think in this world everyone has their own beliefs against god. all different faiths is not a barrier the unity among religious communities. we are all the same in the eyes of God, and therefore we must be mutual respect between faiths. in this article shows that assimilation occurs in the first Catholic religious communities have Javanese culture now adheres to the Christian religion. at the core all beliefs should have a good purpose for one's life, and a mixture of culture with other cultures is not a barrier for someone to split apart.

1 komentar:

  1. Gagal paham. Siapa Kyai Sadrach itu ? Katolik atau Protestan?

    BalasHapus