SEJARAH DAN KASUS PERANG SALIB
Sebuah novel yang berpretensi mengangkat peristiwa di masa lalu selalu dibayangi persoalan sejauh mana akurasi sejarah dan sejauh mana capain novel itu sendiri. Jika akurasi sejarahnya lebih kuat sedangkan capaian novelnya terabaikan, maka karya demikian lebih bersifat karya kesejarahan dibandingkan dengan karya sastra. Pun demikian ketika sebuah karya yang mengangkat masa lampau ternyata justru merancukan data masa lampau tersebut dan malah menjadikan capaian sastra sebagai satu-satunya tujuan.
Untuk karya demikian, tanggung jawab atas keotentikan dan kemasukakalan data menjadi sekunder dan mesti meletakkannya sebagai sebuah karya sastra. Karya sastra, dalam hal ini novel, akan cukup dalam dirinya ketika unsur-unsur kesastraannya terbangun dan mampu membuat dirinya utuh. Perihal apakah pretensi sejarahnya berhasil atau tidak, menjadi bukan prioritas utama.Namun, sebuah novel yang hendak memaparkan kisah tokoh dalam sejarah semacam Kitab Salahuddin karya Tariq Ali, jelas-jelas berpretensi pada sejarah. Ia bisa dikatakan sebuah karya sejarah yang menggunakan medium novel sebagai cara agar pembaca yang tidak mungkin membaca laporan sejarah yang ketat dan kaku akan dengan mudah mengikutinya. Atau, sialnya, sang penulis tidak cukup data untuk membuat laporannya bisa dipertanggungjawabkan, sehingga untuk mudahnya, digunakanlah jalur penulisan novel sebagai siasat. Namun, alasan yang belakang itu sudah sepatutnya tidak pantas diletakkan pada karya Tariq Ali tersebut.
Kitab Salahuddin merupakan rekonstruksi fiksional atas kehidupan Sultan Salahuddin atau Sultan Saladin di telinga orang Barat. Sultan Salahuddin hidup semasa abad ke-12 Masehi dan sultan yang pernah merebut Jerussalem dari tangan orang Barat setelah kejatuhan Yerussalem selama Perang Salib Pertama pada 1099.Namun, dalam deskripsinya, dalam novel Kitab Salahuddin, Sultan Salahuddin tidak digambarkan semata seorang sultan dengan pedang di tangan kanan dan Alquran di tangan kiri. Justru, sebagian besar novel ini berkonsentrasi pada kehidupan keseharian sang sultan beserta orang-orang terdekatnya. Bagaimana masa kecilnya, remajanya, masa akil balighnya, dan masa ia menanjak menjadi seorang panglima perang yang paling disegani di tanah Arab maupun di mata orang Barat.
Tariq Ali tidak segan-segan menggambarkan bagaimana situasi harem tempat perempuan-perempuan cantik menemani sang sultan dan bagaimana sang sultan mendapatkan perempuan-perempuan cantik itu. Seorang harem bernama Halimah dikisahkan sebagai seorang istri dari pembantu utama sang sultan yang selingkuh dengan lelaki lain.Jika Sultan konsisten dengan hukum yang ada mestinya ia menghukum dengan merajam sampai mati. Namun tidak. Sang Sultan malah menyembunyikannya di harem dan menjadi salah satu selir untuk pemuas sultan. Ketika salah satu anggota masyarakat mengangkat masalah penyelewengan hukum tersebut dalam bentuk kesenian, tak tanggung-tanggung, sang pengkritik dihukum mati.
Dunia harem benar-benar bertolak belakang dengan ajaran Islam yang memperoleh perhatian besar dalam Kitab Salahuddin. Sisi gelap ini menjadi salah satu penyeimbang sifat ambisius orang-orang Islam sendiri untuk menegakkan keyakinannya. Berulang kali Sultan Salahuddin menegaskan bahwa pengusiran orang-orang Barat bukan semata menolak segala jenis campur tangan Barat, melainkan masa depan keyakinan Islam itu sendiri. Di sini semangat melawan Barat dimaknai sebagai jihad terhadap orang-orang kafir.Alasan tersebut sangat terang ketika Sultan Salahuddin menegaskan perlunya merebut kembali Yerussalem dari tangan orang-orang Barat. Yerussalem jatuh ke tangan orang-orang Barat pada 1099 Masehi dan hampir seratus tahun kemudian, yaitu pada 1187 Masehi, Yerussalem dapat direbut oleh orang Arab.
Sebenarnya ada sedikit kerancuan antara Islam versus Kristen dalam perang salib itu. Islam sendiri bukan semata orang Islam tetapi meliputi Yahudi dan Kristen. Mereka berada satu payung kepemimpinan Sultan Salahuddin dalam melawan Barat.
Sekalipun imajiner, penulis buku biografi Sultan Salahuddin dalam novel ini, Tariq Ali, menempatkannya dalam kerangka ruang dan waktu semasa abab ke-12. Orang-orang Arab yang berkeyakinan Islam, Kristen, dan Yahudi, bahu-membahu dalam menangkis dan mengusir orang-orang Barat. Sementara, Barat sendiri dalam mendefinisikan orang-orang Arab sudah tentu Islam. Orang-orang Moor yang perlu diluruskan dan kalau tidak bisa, dihancurkan.
Kenapa Barat mendefinisikan orang-orang Arab sebagai Islam yang perlu diberadabkan? Ini sangat terkait dengan penciptaan mitos dalam benak orang-orang Barat sendiri agar terdapat kesatuan persepsi demi kepentingan yang sesungguhnya tidak hanya berurusan dengan masalah keyakinan. Masa Abad Pertengahan, Paus sangat kuat posisinya melebihi seorang raja. Ia mempunyai kekuatan nyaris di seluruh daratan Eropa Barat, kecuali wilayah-wilayah yang dikuasai orang-orang Arab -- Kordoba dan Spanyol.
Dengan memanfaatkan sentimen terhadap orang-orang Arab dengan Islamnya dan jaringan kuasanya yang sampai pelosok-pelosok, Roma mengerahkan raja-raja yang berkuasa dan sukarelawan untuk menjadi pasukan Perang Salib. Knights Templar, pasukan Barat itu, dalam benaknya dilesakkan oleh sebuah keyakinan ketika mereka semakin banyak memenggal kepala orang-orang Islam, maka semakin terbuka lebarlah pintu sorga untuk mereka. Ambisi orang-orang Kristen selama Perang Salib semakin besar tatakala mereka disahkan untuk membawa harta benda selama mereka di Arab tanpa harus menyerahkannya kepada raja maupun Paus.
Knights Templar bukan pejuang suci, tetapi sekelompok berandalan yang dikumpulkan dengan janji-janji surga dan mereka menggunakan kesempatan itu untuk merampok harta benda orang Arab dan memperkosa perempuan Arab.
Namun, setelah Knights Templar kaya dan tak tersentuh oleh raja, maka raja menghantam mereka dengan menfitnah dan menempatkan mereka dalam pesakitan.
Ambiguitas politik orang-orang Eropa dalam Perang Salib diangkat dalam Foucault's Pendulum karya Umberto Eco. Karya Eco dapat dikatakan representasi orang Barat atas kebejatan orang Barat itu sendiri. Tak beda dengan Kitab Salahuddin karya Tariq Ali yang berusaha 'objektif' atas situasi kultur Arab dan Islam itu sendiri.
Sudut pandang yang digunakan dalam novel Kitab Salahuddin adalah orang-orang Arab, khususnya kalangan elitnya. Pembaca tidak hanya disuguhkan bagaimana keyakinan para penguasa Arab begitu luar biasanya dalam urusannya dengan orang-orang Barat, tetapi juga konflik-konflik yang ada di antara penguasa-penguasa Arab sendiri. Tidak jarang dengan kedatangan pasukan Barat, mereka melakukan intrik demi melanggengkan kekuasaan sekalipun harus menghamba kepada mereka yang berbeda, bahkan berlawanan dengan keyakinannya.
Wilayah kekuasaan di tanah Arab sendiri saat itu sangat rentan untuk pecah dan melakukan perlawanan dengan pusat. Sultan Salahuddin sendiri dalam novel ini sering kali digambarkan bertentangan dengan wilayah kerajaan lain dan perang demi mengukuhkan sebuah kekuasaan. Wilayah kekuasaan yang cenderung membelah diri itu disiasati dengan menempatkan sanak saudara untuk memimpin sebuah wilayah yang lebih kecil. Ini bertujuan untuk menciptakan sebuah kekuasaan yang relatif permanen dalam waktu yang lama.Kekuasaan tradisional di banyak tempat cenderung bersifat paternalistik, seperti halnya Sultan Salahuddin dalam Kitab Salahuddin. Ia menempatkan keponakannya, Farrukh Shah dan Taki al-Din, sebagai penguasa kecil di daerah taklukan.
Namun, Sultan Salahuddin adalah pemegang prinsip moral yang tegas saat berurusan dengan tanah rampasan. Ketika ia merebut Yerussalem, Sultan tidak membunuh dan menjadikan kepala orang-orang Kristen sebagai hiasan tetapi membiarkan mereka hidup. Tidak mengharuskan orang-orang Kristen miskin membayar dan tetap mempertahankan gereja-gereja sebagai tempat beribadah. Sultan tidak membabibuta dengan menghancurkan Yerussalem dari pengaruh Kristen sebagaimana orang-orang Barat menghancurkan Yerussalem pada kejatuhannya tahun 1099.
Sejarah Islam abab ke-12 terasa sekali, sebab data tersebut berbentuk adegan cerita yang hidup. Sehingga, Edward Said pun berkomentar antara aspek historis dan hubungannya dengan takdir sangat meyakinkan sekali. Seolah-olah ketika Sultan Salahuddin memutuskan untuk menunaikan haji ke Mekkah dan kemudian meninggal dunia selama perjalanan tersebut, pembaca tidak disuguhkan fakta tetapi daya spiritual seorang Salahuddin.
RESENSI NOVEL SEJARAH DAN KASUS PERANG SALIB
Novel Sejarah dan Kasus Perang Salib
Sumber: Republika, Minggu, 16 April 2006
Judul Buku: Kitab Salahudin
Penulis: Tariq Ali
oleh: Imam Muhtarom
Penyair dan pengamat sastra
SASTRAWAN ARAB
UMAYAH BIN ABI ASH-SHALT
UMAYAH BIN ABI ASH-SHALT Nasab Keluarga Dan Kabilah Nama aslinya adalah Abu Utsman Umayyah bin Abi ash-Shalt Abdullah ibn Abi Rabi'ah ibn Auf Ats-Tsaqafi. Ia merupakan penyair Tsaqif dan termasuk salah seorang pencari agama yang benar pada masa Jahiliyyah. Ia dibesarkan di Thaif.
LUBAID BIN RABI'AH
Nama lengkapnya adalah Lubaid bin Rabi'ah bin Malik. Ia sering juga dijuluki Abu 'Uqail al-'Amiry. Ia termasuk salah satu penyair yang disegani pada masa jahiliyyah. Ia berasal dari kabilah Bani 'Amir Ibnu Sho'sho'ah, yaitu salah satu pecahan dari kabilah Hawazin Mudhar. Ibunya berasal dari kabilah 'Abas. Lubai dilahirkan sekitar tahun 560 M. Selain sebagai penyair, ia juga dikenal sebagai orang dermawan dan pemberani. Sifat kedermawanannya diwarisi dari ayahnya yang dijuluki dengan "Rabi' al-Muqtarin". Sedangkan sifat keberaniannya diwarisi dari kabilahnya.
AL-HARITS BIN HILLIZIAH AL-BAKRI
AL-HARITS BIN HILLIZIAH AL-BAKRI Nasab Keluarga Dan Kabilah Nama aslinya adalah Al-Harits bin Hillizah al-Yasykuri al-Bakri, ia merupakan salah seorang pemilik puisi mu'allaqat yang terkenal dengan satuan bait-bait puisinya, pemikirannya bagus dan spontanitas, menjadi pribahasa dalam puisi hammasah (patriotik) dan fakhr-nya (berbangga). Silsilah keturunannya sampai kepada Bakr bin Wail.
AL-A’SYA BIN AL-QAISI
AL-A'SYA BIN AL-QAISI Nasab Keluarga Dan Kabilah Nama lengkap dari penyair ini adalah Maimun al-A'sya bin al-Qaisi bin Jundul al-Qaisyi, dilahirkan di Manfuhah dikawasan Yumamah. Ia berasal dari kabilah Bakar bin Wail yang menurut riwayat kabilah ini merupakan bagian dan kelompok di Jazirah Timur yaitu lembah sungai Eufrat sampai Yamamah.
THARAFAH BIN ABDUL BAKRI AL-WA’ILLI
THARAFAH BIN ABDUL BAKRI AL-WA'ILLI Nasab Keluarga Dan Kabilah Amru bin al-`Abd al-Bakri adalah salah seorang tokoh terkemuka pada zaman Jahiliyyah, dan berumur pendek. Ia juga seorang penyair yang memiliki puisi-puisi panjang dan indah, dan yang paling bagus dalam melukiskan unta dalam puisinya.
‘AMR BIN KULTSUM
‘AMR BIN KULTSUM Nasab Keluarga Dan Kabilah Nama lengkapnya adalah Abu al-Aswad ‘Amr bin Kultsum bin Malik at-Taghlibi dari kabilah Taghlib. Lahir dari kalangan keluarga bangsawan dan juga sangat ahli dalam menunggang kuda.
ANTARAH BIN SYADDAD AL-ABSI
ANTARAH BIN SYADDAD AL-ABSI Nasab Keluarga Dan Kabilah Penyair ini dilahirkan dari ayah seorang bangsawan Absi dan ibu dari kalangan budak Habsyi.
ZUHAIR BIN ABI SULMA
ZUHAIR BIN ABI SULMA Nasab Keluarga Dan Kabilah Nama lengkapnya adalah Zuhair bin Abi Sulma bin Rabi'ah bin Rayyah al-Muzani.
AN-NABIGHAH ADZ-DZIBYANI
AN-NABIGHAH ADZ-DZIBYANI Nasab Keluarga Dan Kabilahnya Penyair ini memiliki nama asli An-Nabighah Az-Zibyani Abu Umamah Ziyad bin Muawiyah.
UMRU’ AL-QAIS BIN HUJRIN
UMRU' AL-QAIS BIN HUJRIN Kabilah Dan Keluarga Umru' Al-Qais Penyair ini memiliki nama lengkap Umru' al-Qais bin Hujrin bin al-Harits al-Kindi, dan berasal dari suku Kindah, yaitu suatu suku yang pernah berkuasa penuh di daerah Yaman.
Hani Bin Qabishah Bin Hani Bin Mas’ud Asy-Syaibani
Hani Bin Qabishah Bin Hani Bin Mas'ud Asy-Syaibani Hani bin Qabishah bin Hani bin Mas'ud asy-Syaibani adalah seorang kepala kabilah dari bani Syaiban, yang terkenal dengan keberaniannya pada akhir zaman Jahiliyyah.
Aktsam bin Shaifi
Aktsam bin Shaifi Aktsam bin Shaifi dikenal sebagai orator bangsa Arab Jahiliyyah yang paling bijak, ia juga dikenal sebagai seorang yang paling mengetahui silsilah keturunan bangsa Arab.
Qus bin Sa’idah Al-Iyadi
Qus bin Sa'idah Al-Iyadi Qus bin Sa'idah al-Iyyadi merupakan seorang orator ulung Arab Jahiliyyah dan menjadi idola dalam ke-balaghah-an orasinya, kata-katanya banyak mengandung hikmat dan nasihat-nasihat yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar